Sinamot, peninglah…

Pusing Mikirin SINAMOT

 

Suatu saat terjadi percakapan sepasang kekaksih:

L: “Dek, nungga lobi tolu taon hita mardongan, alai songon-songonon dope, boa namai hasian?”

W: “Huboto doi Bang, jala au pe sihol do rohakku adong kemajuan dihubungantta on, alai boa ma. Bapa tong do songoni, i boto abang do songon dia Bapa”

L: “Olo, alai molo dang adong tindakan dang na boi adong perubahan Ro ma au da dek, mandapoton ho tu jabumu. manang songon dia pe hata ni Tulang tu au annon, huterima pe i. Datung dang muba rohana tu bere na.”

W: “Unang majo Bang,  gabe sur-sar annon sude.

L: “Boasa gabe songoni?? boasa dang i paloas hita mardongan”

W: “Molo hata ni Bapa tu au, ikkon langsung muli do au, unang pola mardongan-dongan be.

L: “Bah, ngeri nai ate. Sian dia ma hulului sinamot?? paette ma da, asa mangarappok bank jo au.

Dari sepenggal percakapan diatas kita bisa mengambil sebuah garis kesimpulan mengenai susah nya jadi pria batak dewasa ini. Mahalnya biaya untuk pernikahan adat batak memaksa banyak pemuda batak yang berfikir keras tentang masa depan nya dikemudian hari, bahakan banyak dari mereka yang beranggapan lebih baik menikah dengan wanita lain (dari suku lain). Agar terhindar dari beratnya biaya pernikahan itu tadi

Bukan sekali dua kali penulis mendengar gagal nya pernikahan adat batak dikarenakan masalah biaya. Biaya yang perlu dikeluarkan antara lain:

  1. Sinamot
  2. Biaya konsumsi
  3. Biaya sarana transportasi

Nah, yang kita bahas saat ini adalah nomor satu, yaitu sinamot.

Bagi yang belum mengetahui apa itu arti sinamot, Sinamot adalah: Suatu tuhor (Mahar) bagi wanita yang ingin menikah dalam pesta adat batak. Acap kali suatu rencana pernikahan gagal dikarenakan sinamot. Terkadang ada orangtua pihak wanita memaksakan sinamot bagi putrinya setinggi langit, atau tidak wajar. Bahkan ada suatu paham bagi orang batak: “Marutang pe jadi ma, asal ma sangap dibereng halak” (Berutang pun jadi asal bagus dilihat orang)

Bagi penulis ini adalah suatu dilema, dimana kebutuhan hidup dewasa ini yang semakin tinggi, hidup yang makin susah dikarenakan himpitan ekonomi. Seharusnya sinamot itu harus fleksibel mengikuti zaman dewasa ini. Terlebih kepada Pria-pria batak yang hidup didalam himpitan ekonomi yang semakin parah.

Tidak etis rasanya menghalangi dua insan yang sudah sehati dan sejalan hanya karna uang sinamot itu tadi. bukan kah sebaik nya kedua belah pihak mardos niroha, meringankan hati untuk masa depan putera-puteri nya? seharusnya sinamot itu berfungsi sebagai penghargaan bagi pihak wanita. Bukan sebagai nilai komoditi bagi putri si pihak wanita itu tadi.

Jadi kecil atau besarnya sinamot itu tadi jangan lah di titik beratkan pada jumlah nya, jika pihak laki-laki mampu, oke-oke saja. Tapi bagaimana dengan pihak laki-laki yang tidak mampu?

Bukan kah lebih baik uang sinamot itu dialokasikan untuk hal yang lebih penting? seperti bekal hidup untuk pasangan yang akan menikah tadi. Karena besar maupun kecil jumlah nya, sinamot tetaplah sinamot

Demikian dari penulis,

Mardos ni roha ma hita,

Horas!!!